Subscribe For Free Updates!

We'll not spam mate! We promise.

Jumat, 19 Agustus 2011

Kumpulan Puisi Cak Nun

ANTARA TIGA KOTA 
Oleh : 
Emha Ainun Najib
   
di yogya aku lelap tertidur 
angin di sisiku mendengkur 
seluruh kota pun bagai dalam kubur 
pohon-pohon semua mengantuk 
di sini kamu harus belajar berlatih 
tetap hidup sambil mengantuk 
kemanakah harus kuhadapkan muka 
agar seimbang antara tidur dan jaga ? 
Jakrta menghardik nasibku 
melecut menghantam pundakku 
tiada ruang bagi diamku 
matahari memelototiku 
bising suaranya mencampakkanku 
jatuh bergelut debu 
kemanakah harus juhadapkan muka 
agar seimbang antara tidur dan jaga  surabaya seperti ditengahnya 
tak tidur seperti kerbau tua 
tak juga membelalakkan mata 
tetapi di sana ada kasihku 
yang hilang kembangnya 
jika aku mendekatinya 
kemanakah haru kuhadapkan muka 
agar seimbang antara tidur dan jaga ? 
  
  
Antologi Puisi XIV Penyair Yogya, MALIOBORO, 
1997









BEGITU ENGKAU BERSUJUD 

Oleh : 
Emha Ainun Najib

Begitu engakau bersujud, terbangunlah ruang 
  yang kau tempati itu menjadi sebuah masjid 
 Setiap kali engkau bersujud, setiap kali 
  pula telah engkau dirikan masjid 
 Wahai, betapa menakjubkan, berapa ribu masjid    telah kau bengun selama hidupmu? 
 Tak terbilang jumlahnya, menara masjidmu 
  meninggi, menembus langit, memasuki 
  alam makrifat 
 Setiap gedung, rumah, bilik atau tanah, seketika 
  bernama masjid, begitu engkau tempati untuk bersujud 
 Setiap lembar rupiah yang kau sodorkan kepada 
  ridha Tuhan, menjelma jadi sajadah kemuliaan 
 Setiap butir beras yang kau tanak dan kau tuangkan 
  ke piring ke-ilahi-an, menjadi se-rakaat sembahyang 
 Dan setiap tetes air yang kau taburkan untuk 
  cinta kasih ke-Tuhan-an, lahir menjadi kumandang suara 
  adzan 
 Kalau engkau bawa badanmu bersujud, engkaulah masjid 
 Kalau engkau bawa matamu memandang yang dipandang 
  Allah, engkaulah kiblat 
 Kalau engkau pandang telingamu mendengar yang 
  didengar Allah, engkaulah tilawah suci 
 Dan kalau derakkan hatimu mencintai yang dicintai 
  Allah, engkaulah ayatullah 
 Ilmu pengetahuan bersujud, pekerjaanmu bersujud, 
  karirmu bersujud, rumah tanggamu bersujud, sepi 
  dan ramaimu bersujud, duka deritamu bersujud 
  menjadilah engkau masjid 
  
  
             1987 
  
    
DARI BENTANGAN LANGIT 
  
Oleh : 
Emha Ainun Najib
 
  
Dari bentangan langit yang semu 
Ia, kemarau itu, datang kepadamu 
Tumbuh perlahan. Berhembus amat panjang 
Menyapu lautan. Mengekal tanah berbongkahan 
menyapu hutan ! 
Mengekal tanah berbongkahan ! 
datang kepadamu, Ia, kemarau itu 
dari Tuhan, yang senantia diam 
dari tangan-Nya. Dari Tangan yang dingin dan tak menyapa 
yang senyap. Yang tak menoleh barang sekejap. 
   Antologi Puisi XIV Penyair Yogya, MALIOBORO, 
1997
DITANYAKAN KEPADANYA 

Oleh : 
Emha Ainun Najib

  
  

 Ditanyakan kepadanya siapakah pencuri 
 Jawabnya: ialah pisang yang berbuah mangga 
 Tak demikian Allah menata 
 Maka berdusta ia 
 Ditanyakan kepadanya siapakah penumpuk harta 
 Jawabnya: ialah matahari yang tak bercahaya 
 Tak demikian sunnatullah  berkata 
 Maka cerdusta ia 
 Ditanyakan kepadanya siapakah pemalas 
 Jawabnya: bumi yang memperlambat waktu edarnya 
 Menjadi kacaulah sistem alam semesta 
 Maka berdusta ia 
 Ditanyakan kepadanya sapakah penindas 
 Jawabnya: ialah gunung berapi masuk kota   Dilanggarnya tradisi alam dan manusia 
 Maka berdusta ia 
 Ditanyakan kepadanya siapa pemanja kebebasan 
 Ialah burung terbang tinggi menuju matahari 
 Burung Allah tak sedia bunuh diri 
 Maka berdusta ia 
 Ditanyakn kepadanya siapa orang lalai 
 Ialah siang yang tak bergilir ke malam hari 
 Sedangkan Allah sedemikian rupa mengelola 
 Maka berdusta ia 
 Ditanyakan kepadanya siapa orang ingkar 
 Ialah air yang mengalir ke angkasa 
 Padahal telah ditetapkan hukum alam benda 
 Maka berdusta ia 
 Kemudian siapakah penguasa yang tak memimpin 
 Ialah benalu raksasa yang memenuhi ladang 
 Orang wajib menebangnya 
 Agar tak berdusta ia 
 Kemudian siapakah orang lemah perjuangan 
 Ialah api yang tak membakar keringnya dedaunan 
 Orang harus menggertak jiwanya 
 Agar tak berdusta ia 
 Kemudian siapakah pedagang penyihir 
 Ialah kijang kencana berlari di atas air   Orang harus meninggalkannya 
 Agar tak berdusta ia 
 Adapun siapakah budak kepentingan pribadi 
 Ialah babi yang meminum air kencingnya sendiri 
 Orang harus melemparkan batu ke tengkuknya 
 Agar tak berdusta ia 
 Dan akhirnya siapakah orang tak paham cinta 
 Ialah burung yang tertidur di kubangan kerbau 
 Nyanyikan puisi di telinganya 
 Agar tak berdusta ia 
  
         1988 
  
  

IKRAR 
  
  
Oleh : 
Emha Ainun Najib


  
     
Di dalam sinar-Mu 
Segala soal dan wajah dunia 
Tak menyebabkan apa-apa 
Aku sendirilah yang menggerakkan laku 
Atas nama-Mu 
Kuambil siakp, total dan tuntas 
maka getaranku 
Adalah getaran-Mu 
lenyap segala dimensi 
baik dan buruk, kuat dan lemah 
Keutuhan yang ada 
Terpelihara dalam pasrah dan setia 
Menangis dalam tertawa 
Bersedih dalam gembira 
Atau sebaliknya 
tak ada kekaguman, kebanggaan, segala belenggu 
Mulus dalam nilai satu 
Kesadaran yang lebih tinggi 
Mengatasi pikiran dan emosi 
menetaplah, berbahagialah 
Demi para tetangga 
tetapi di dalam kamu kosong 
Ialah wujud yang tak terucapkan, tak tertuliskan 
Kugenggam kamu 
Kau genggam aku  Jangan sentuh apapun 
Yang menyebabkan noda 
Untuk tidak melepaskan, menggenggam lainnya 
Berangkat ulang jengkal pertama 
  
  
Antologi Puisi XIV Penyair Yogya, MALIOBORO, 
1997
KETIKA ENGKAU BERSEMBAHYANG 

Oleh : 
Emha Ainun Najib


 Ketika engkau bersembahyang 
 Oleh takbirmu pintu langit terkuakkan 
 Partikel udara dan ruang hampa bergetar 
 Bersama-sama mengucapkan allahu akbar 
 Bacaan Al-Fatihah dan surah 
 Membuat kegelapan terbuka matanya 
 Setiap doa dan pernyataan pasrah 
 Membentangkan jembatan cahaya   Tegak tubuh alifmu mengakar ke pusat bumi 
 Ruku' lam badanmu memandangi asal-usul diri 
 Kemudian mim sujudmu menangis 
 Di dalam cinta Allah hati gerimis 
 Sujud adalah satu-satunya hakekat hidup 
 Karena perjalanan hanya untuk tua dan redup 
 Ilmu dan peradaban takkan sampai 
 Kepada asal mula setiap jiwa kembali 
 Maka sembahyang adalah kehidupan ini sendiri 
 Pergi sejauh-jauhnya agar sampai kembali 
 Badan di peras jiwa dipompa tak terkira-kira 
 Kalau diri pecah terbelah, sujud mengutuhkannya 
 Sembahyang di atas sajadah cahaya 
 Melangkah perlahan-lahan ke rumah rahasia 
 Rumah yang tak ada ruang tak ada waktunya 
 Yang tak bisa dikisahkan kepada siapapun 
 Oleh-olehmu dari sembahyang adalah sinar wajah 
 Pancaran yang tak terumuskan oleh ilmu fisika 
 Hatimu sabar mulia, kaki seteguh batu karang 
 Dadamu mencakrawala, seluas 'arasy sembilan puluh sembilan 
  
  
1987 

  
 KITA MASUKI PASAR RIBA 

Oleh : 
Emha Ainun Najib

   
 Kita pasar r iba 
 Medan perang keserakahan 
 Seperti  ikan dalam air tenggelam 
 Tak bisa ambil jarak 
 Tak tahu langit 
 Ke kiri dosa ke kanan dusta 
 Bernapas air 
 Makan minum air 
 Darah riba mengalir 
 Kita masuki pasar riba 
 Menjual diri dan Tuhan 
 Untuk membeli hidup yang picisan   Telanjur jadi uang recehan 
 Dari putaran riba politik dan ekonomi 
   Sistem yang membunuh sebelum mati 
   Siapakah kita ? 
   Wajah  tak menentu jenisnya 
   Tiap saat berganti nama 
   Tegantung kepentingannya apa 
   Tergantung rugi atu laba 
   Kita pilih kepada siapa tertawa 
       1987 
  
  

KUDEKAP KUSAYANG-SAYANG 
  
Oleh : 
Emha Ainun Naijb

Kepadamu kekasih kupersembahkan segala api keperihan 
di dadaku ini demi cintaku kepada semua manusia 
Kupersembahkan kepadamu sirnanya seluruh kepentingan 
diri dalam hidup demi mempertahankan kemesraan rahasia, 
yang teramat menyakitkan ini, denganmu  Terima kasih engkau telah pilihkan bagiku rumah 
persemayaman dalam jiwa remuk redam hamba-hambamu 
Kudekap mereka, kupanggul, kusayang-sayang, dan ketika 
mereka tancapkan pisau ke dadaku, mengucur darah dari 
mereka sendiri, sehingga bersegera aku mengusapnya, 
kusumpal, kubalut dengan sobekan-sobekan bajuku 
Kemudian kudekap ia, kupanggul, kusayang-sayang, 
kupeluk, 
kugendong-gendong, sampai kemudian mereka tancapkan 
lagi pisau ke punggungku, sehingga mengucur lagi darah 
batinnya, sehingga aku bersegera mengusapnya, 
kusumpal, 
kubalut dengan sobekan-sobekan bajuku, kudekap, 
kusayang-sayang. 
  
1994 
(Dari Kumpulan sajak Abracadabra Kita Ngumpet, 
Yayasan Bentang Budaya Yogyakarta, 1994, halaman 7) 
Republika, 24 Januari 1999
MEMECAH MENGUTUHKAN 

Oleh : 
Emha Ainun Najib

  
 Kerja dan fungsi memecah manusia 
 Sujud sembahyang mengutuhkannya 
 Ego dan nafsu menumpas kehidupan 
 Oleh cinta nyawa dikembalikan 
 Lengan tanganmu tanggal sebelah 
 Karena siang hari politik yang gerah 
 Deru mesin ekonomi membekukan tubuhmu 
 Cambuk impian membuat jiwamu jadi hantu 
 Suami dan istri tak saling mengabdi 
 Tak mengalahkan atau memenangi 
 Keduanya adalah sahabat bergandengan tangan 
 Bersama-sama mengarungi jejeak Tuhan 
 Kalau berpcu mempersaingkan hari esok 
 Jangan lupakan cinta di kandungan cakrawala 
 Kalau cemas karena diiming-imingi tetangga 
 Berkacalah pada sunyi di gua garba rahasia 
  
   1987 
  
  

   SEPENGGAL PUISI CAK NUN 
  Oleh : 
Emha Ainun Najib


    sayang sayang kita tak tau kemana pergi 
     tak sanggup kita dengarkan suara yang sejati 
     langkah kita mengabdi pada kepentingan nafsu sendiri 
     yang bisa kita pandang hanya kepentingan sendiri 
     loyang disangka emas emasnya di buang buang 
     kita makin buta yang mana utara yang mana selatan 
     yang kecil dibesarkan yang besar di remehkan 
     yang penting disepelekan yang sepele diutamakan 
     Allah Allah betapa busuk hidup kami 
     dan masih akan membusuk lagi 
     betapa gelap hari di depan kami 
     mohon ayomilah kami yang kecil ini 
  
SERIBU MASJID SATU JUMLAHNYA 

Oleh : 
Emha Ainun Najib 
  
  
 Satu 
 Masjid itu dua macamnya 
 Satu ruh, lainnya badan 
 Satu di atas tanah berdiri 
 Lainnya bersemayam di hati 
 Tak boleh hilang salah satunyaa 
 Kalau ruh ditindas, masjid hanya batu 
 Kalau badan tak didirikan, masjid hanya hantu 
 Masing-masing kepada Tuhan tak bisa bertamu 
 Dua 
 Masjid selalu dua macamnya 
 Satu terbuat dari bata dan logam 
 Lainnya tak terperi 
 Karena sejati 
 Tiga 
 Masjid batu bata 
 Berdiri di mana-mana 
 Masjid sejati tak menentu tempat tinggalnya 
 Timbul tenggelam antara ada dan tiada 
 Mungkin di hati kita 
 Di dalam jiwa, di pusat sukma   Membisikkannama Allah ta'ala 
 Kita diajari mengenali-Nya 
 Di dalam masjid batu bata 
 Kita melangkah, kemudian bersujud 
 Perlahan-lahan memasuki masjid sunyi jiwa 
 Beriktikaf, di jagat tanpa bentuk tanpa warna 
 Empat 
 Sangat mahal biaya masjid badan 
 Padahal temboknya berlumut karena hujan 
 Adapun masjid ruh kita beli dengan ketakjuban 
  Tak bisa lapuk karena asma-Nya kita zikirkan 
 Masjid badan gmpang binasa 
 Matahari mengelupas warnanya 
 Ketika datang badai, beterbangan gentingnya 
 Oleh gempa ambruk dindingnya 
 Masjid ruh mengabadi 
 Pisau tak sanggup menikamnya 
 Senapan tak bisa membidiknya 
 Politik tak mampu memenjarakannya 
 Lima 
 Masjid ruh kita baw ke mana-mana 
 Ke sekolah, kantor, pasar dan tamasya 
 Kita bawa naik sepeda, berjejal di bis kota 
 Tanpa seorang pun sanggup mencopetnya   Sebab tangan pencuri amatlah pendeknya 
 Sedang masjid ruh di dada adalah cakrawala 
 Cengkeraman tangan para penguasa betapa kerdilnya 
 Sebab majid ruh adalah semesta raya 
 Jika kita berumah di masjid ruh 
 Tak kuasa para musuh melihat kita 
 Jika kita terjun memasuki genggaman-Nya 
 Mereka menembak hanya bayangan kita 
 Enam 
 Masjid itu dua macamnya 
 Masjid badan berdiri kaku 
 Tak bisa digenggam 
 Tak mungkin kita bawa masuk kuburan 
 Adapun justru masjid ruh yang mengangkat kita 
 Melampaui ujung waktu nun di sana 
 Terbang melintasi seribu alam seribu semesta 
 Hinggap di keharibaan cinta-Nya 
 Tujuh 
 Masjid itu dua macamnya 
 Orang yang hanya punya masjid pertama 
 Segera mati sebelum membusuk dagingnya 
 Karena kiblatnya hanya batu berhala 
 Tetapi mereka yang sombong dengan masjid kedua 
 Berkeliaran sebagai ruh gentayangan   Tidak memiliki tanah pijakan 
 Sehingga kakinya gagal berjalan 
 Maka hanya bagi orang yang waspada 
 Dua masjid menjadi satu jumlahnya 
 Syariat dan hakikat 
 Menyatu dalam tarikat ke makrifat 
 Delapan 
 Bahkan seribu masjid, sjuta masjid 
 Niscaya hanya satu belaka jumlahnya 
 Sebab tujuh samudera gerakan sejarah 
 Bergetar dalam satu ukhuwah islamiyah 
 Sesekali kita pertengkarkan soal bid'ah 
 Atau jumlah rakaat sebuah shalat sunnah 
 Itu sekedar pertengkaran suami istri 
 Untuk memperoleh kemesraan kembali 
 Para pemimpin saling bercuriga 
 Kelompok satu mengafirkan lainnya 
 Itu namanya belajar mendewasakan khilafah 
 Sambil menggali penemuan model imamah 
 Sembilan 
 Seribu masjid dibangun 
 Seribu lainnya didirikan 
 Pesan Allah dijunjung di ubun-ubun 
 Tagihan masa depan kita cicilkan   Seribu orang mendirikan satu masjid badan 
 Ketika peradaban menyerah kepada kebuntuan 
 Hadir engkau semua menyodorkan kawruh 
 Seribu masjid tumbuh dalam sejarah 
 Bergetar menyatu sejumlah Allah 
 Digenggamnya dunia tidak dengan kekuasaan 
 Melainkan dengan hikmah kepemimpinan 
 Allah itu mustahil kalah 
 Sebab kehidupan senantiasa lapar nubuwwah 
 Kepada berjuta Abu Jahl yang menghadang langkah 
 Muadzin kita selalu mengumandangkan Hayya 'Alal Falah! 
  
  
1987 
  
  

  
TAHAJJUD CINTAKU 

Oleh : 
Emha Ainun Najib

 Mahaanggun Tuhan  yang menciptakan hanya kebaikan 
 Mahaagung ia yang mustahil menganugerahkan keburukan 
 Apakah yang menyelubungi kehidupan ini selain cahaya 
 Kegelapan hanyalah ketika taburan cahaya takditerima 
 Kecuali kesucian tidaklah Tuhan berikan kepada kita 
 Kotoran adalah kesucian yang hakikatnya  tak dipelihara 
 Katakan kepadaku adakah neraka itu kufur dan durhaka 
 Sedang bagi keadilan hukum ia menyediakan dirinya 
 Ke  mana  pun memandang  yang tampak ialah kebenaran 
 Kebatilan hanyalah kebenaran yang tak diberi ruang 
  
 Mahaanggun Tuhan yang menciptakan hanya kebaikan 
 Suapi ia makanan agar tak lapar dan berwajah keburukan 
 Tuhan kekasihku tak mengajari apa pun kecuali cinta 
 Kebencian tak ada kecuali cinta kau lukai hatinya 
         1988 
  
  

  

0 comments:

Recent Comments