Subscribe For Free Updates!

We'll not spam mate! We promise.

Kamis, 30 Juni 2011

Sedekah Bumi: Ajaran Mencitai Alam

Kita sering mendengar istilah sedekah bumi, salah satu tradisi warisan leluhur yang hampir hilanng. Sedekah bumi itu bagus, hanya termasuk bid’ah tapi bid’ah hasanah, inovasi yang terpuji meskipun tidak ada ajaran langsung secara tekstual dari Nabi Saw. Kalau disuatu masyarakat atau komunitas kejawennya kuat (kentel), santrinya juga kuat, sangat mungkin terjadi benturan, atau bentorakan. Maka selayaknya kita tidak melarang sedekah bumi, tapi juga harus diarahkan agar tidak syirik, tidak menyekutukan Allah.
Sedekah bumi itu sejatinya adalah upaya perwujudan syukur kepada yang Maha Kuasa, rasa memiliki dan upaya pelestarian dan pemeliharaan. Perwujudan, bentuk dan upaya, bahasa dan ungkapan budaya yang dapat dipahami oleh semua pihak. Pada dasarnya merupakan ajaran sejati dari Nasionlisme juga.

Orang tua-orang tua kita dahulu ketika membangun rumah, ada tradisi menempelkan daun kelapa muda dan kain warna merah dan putih. Ada juga adat-adat lain yang kini mulai hilang, atau bahkan sudah hilang sama sekali. Apa yang dilakukan oleh para pendahulu kita atau orang tua kita itu adalah satu contoh, teladan, penanaman cinta pada tanah air tanpa kata-kata.

Kecintaan pada bangsa dan tanah air itu mereka bahasakan dengan bahasa budaya dan bahasa tradisi. Bukan kata-kata. Sedekah bumi, seperti disinggung diatas merupakan kesadaran tinggi bahwa ada Kuasa Yang Maha Tinggi dibalik keberhasilan cocok tanam, olah tanah, dan meruahnya rempah yang kita dapat. Rasa syukur itu diwujudkan bukan hanya berbagi pada manusia tetapi juga pada alam. Yang menjadi tempat berlabuhnya pencarian rizki kita.

Jika demikian, maka sedekah bumi merupakan ajaran baginda Nabi Saw;  من لم يشكر الناس لم يشكر الله عز وجل . رواه  أحمد  والترمذي  وحسنه . ‘barang siapa yang tidak bisa berterimakasih pada manusia maka dia tidak bisa bersyukur pada Allah’.
Maka sedekah bumi adalah bentuk rasa syukur terdalam pada alam, yang kemudian menjadi modal timbulnya kesadaran untuk menjaga dan melestarikan alam. Terimakasih pada alam dengan  menjaga dan mengelolanya, terimakasih pada manusia dengan membalas kebaikan semampunya, dan syukur pada Allah dengan mencintai dan mengikuti Nabi-Nya. (Al Habib Luthfi bin Yahya: 12 April 2011. Tsi)

0 comments:

Recent Comments